Hadits Ma’ruf

Pengertiannya

Al-Ma’ruf artinya yang dikenal atau yang terkenal, dan menurut bahasa berbentuk isim maf’ul.

Dan hadits ma’ruf menurut istilah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah, yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dla’if (kebalikan dari hadits munkar).

Contohnya

Hadits yang diriwayatkan sebagian perawi tsiqah pada hadits Habib bin Habib Az-Zayyat – yang telah disebutkan sebelumnya – dari Abu Ishaq, dari Al-Aizar bin Harits, dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma secara mauquf (hanya sampai kepada shahabat), tidak dimarfu’kan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Artinya, bahwa perkataan ini tidak dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, tetapi dinisbatkan kepada Ibnu ‘Abbas.

Maka, Habib tidak tsiqah, dan ia telah memarfu’kan hadits, lalu menjadikannya sebagai perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, sedangkan sebagian perawi tsiqah menjadikannya sebagai hadits mauquf. Maka terjadilah perselisihan.

Berdasarkan contoh ini, maka hadits yang datang dari jalur perawi tsiqah dinamakan Ma’ruf, sedangkan yang datang dari jalur tidak tsiqah dinamakan Munkar.

 

Iklan
Published in: on Oktober 16, 2007 at 4:36 am  Komentar Dinonaktifkan pada Hadits Ma’ruf  

Hadits Munkar

Apabila sebab kecacatan perawi adalah karena banyaknya kesalahan, sering lupa, atau kefasiqan,; maka hadistnya dinamakan hadits Munkar.

Pengertiannya

Munkar menurut bahasa adalah isim maf’ul dari kata al-inkaar, lawan dari kata al-iqraar.

Adapaun hadits munkar menurut istilah, para ulama mendefiniskannya dengan dua pengertian berikut ini :

Pertama : yaitu sebuah hadits dengan perawi tunggal yang banyak kesalahan atau kelalaiannya, atau nampak kefasiqannya atau lemah ke-tsiqahannya.

Contohnya :

Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari riwayat Abi Zakir Yahya bin Muhammad bin Qais, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari bapaknya, dari ‘Aisyah secara marfu’ : “Makanlah balah (kurma mentah) dengan tamr (kurma matang), karena syaithan akan marah jika anak Adam memakannya”.

An-Nasa’i berkata,”Ini hadits munkar, Abu Zakir meriwayatkannyasendiri, dia seorang syaikh yang shalih. Imam Muslim meriwayatkannya dalam mutaba’at. Hanya saja ia tidak sampai pada derajat perawi yang dapat meriwayatkan hadits secara sendiri”.

Kedua : yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat perawi yang tsiqah.

Perbedaan Antara Munkar dan Syadz Adalah :

a. Syadz adalah hadits yang diriwayatkan perawi yang maqbul yang bertentangan hadits yang diriwayatkan perawi yang lebih utama darinya.

b. Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi dla’if yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah.

  1. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keduanya terdapat kesamaan dalam hal : “menyelisihi riwayat yang lebih kuat darinya”. Namun terdapat perbedaan dimana hadits syadz perawinya masih maqbul, sedangkan hadits munkar perawinya adalah dla’if.ContohnyaDiriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalur Habib bin Habib Az-Zayyat – tidak tsiqah – dari Abu Ishaq dan Aizar bin Harits, dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : Barangsiapa yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, berpuasa, dan menghormati tamu, dia masuk surga”.

Abu Hatim berkata,”Hadits ini munkar, karena para perawi tsiqah selain (Habib bin Zayyat) meriwayatkannya dari Abu Ishaq hanya sampai kepada shahabat (mauqif), dan riwayat inilah yang dikenal”.

Dan hadits munkar sangat lemah, menempati urutan setelah matruk.

Dan karena definisi kedua dari hadits munkar adalah lawan dari hadits ma’ruf, maka berikut ini akan diuraikan pula tentang penjelasan hadits ma’ruf, meskipun ia termasuk bagian dari hadits maqbul yang dapat dijadikan hujjah.

 

Published in: on Oktober 16, 2007 at 4:07 am  Komentar Dinonaktifkan pada Hadits Munkar  

Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad

Pengertian Takhrij

Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.

Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.

Sejarah Takhrij Hadits (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 4:03 am  Komentar Dinonaktifkan pada Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad  

Hadits Nasikh Dan Mansukh

Definisi

Naskh menurut bahasa mempunyai dua makna, yaitu : menghapus dan menukil. Sehingga seolah-olah orang yang menasakh itu telah menghapuskan yang mansukh, lalu memindahkan atau menukilkannya kepada hukum yang lain.

Sedangkan menurut istilah, naskh adalah “pengangkatan yang dilakukan oleh Penetap Syari’at terhadap suatu hukum yang datang terdahulu dengan hukum yang datang kemudian”. (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 4:02 am  Komentar Dinonaktifkan pada Hadits Nasikh Dan Mansukh  

Al-Muhkam dan Mukhtaliful-Hadits

Definis Al-Muhkam

Al-Muhkam menurut bahasa artinya yang dikokohkan, atau yang diteguhkan. Sedangkan menurut istilah ilmu hadits adalah : “hadits yang diterima yang maknanya tidak bertentangan dengan hadits lain yang semisal dengannya”.

Kebanyakan hadits adalah termasuk jenis ini, sedangkan hadits yang bertentangan jumlahnya sedikit.

Definisi Mukhtaliful-Hadits

Mukhtalif artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih. Mukhtaliful-Hadits adalah hadits yang sampai kepada kita, namun saling bertentangan maknanya satu sama lain. Sedangkan definisi secara istilah adalah : “hadits yang diterima namun pada dhahirnya kelihatan bertentangan dengan hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan tetapi memungkinkan untuk dikompromikan antara keduanya”. (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 4:00 am  Komentar Dinonaktifkan pada Al-Muhkam dan Mukhtaliful-Hadits  

Jalan Menerima Hadits (thuruq at-tahammul)

Yang dimaksud dengan “jalan menerima hadits” (thuruq at-tahammul) adalah cara-cara menerima hadits dan mengambilnya dari Syaikh.

Dan yang dimaksud dengan “bentuk penyampaian” (sighatul-ada’) adalah lafadh-lafadh yang digunakan oleh ahli hadits dalam meriwayatkan hadits dan menyampaikannya kepada muridnya, misalnya dengan kata : sami’tu “Aku telah mendengar”; haddatsani “telah bercerita kepadaku”; dan yang semisal dengannya.

Dalam menerim hadits tidak disyaratkan seorang harus muslim dan baligh. Inilah pendapat yang benar. Namun ketika menyampaikannya, disyaratkan harus Islam dan baligh. Maka diterima riwayat seorang muslim yang baligh dari hadits yang diterimanya sebelum masuk Islam atau sebelum baligh, dengan syarat tamyiz atau dapat membedakan (yang haq dan yang bathil) sebelum baligh. Sebagian ulama memberikan batasan minimal berumur lima tahun. Namun yang benar adalah cukup batasan tamyiz atau dapat membedakan. Jika ia dapat memahami pembicaraan dan memberikan jawaban dan pendengaran yang benar, itulah tamyiz dan mumayyiz. Jika tidak, maka haditsnya ditolak. (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 3:59 am  Komentar Dinonaktifkan pada Jalan Menerima Hadits (thuruq at-tahammul)  

Ilmu ’Ilal Hadits

’Ilal adalah jamak dari ’ilah yang berarti “penyakit”. ’Illah menurut istilah ahli hadits adalah suatu sebab yang tersembunyi yang dapat mengurangi status keshahihan hadits, padahal dhahirnya tidaknampak kecacatan.

Sedangkan ilmu ’ilal hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab tersembunyi dan tidak nyata, yang dapat merusakkan hadits. Seperti : menyambung yang munqathi’, me-marfu’-kan yang mauquf, memasukkan suatu hadits ke dalam hadits yang lain, menempatkan sanad pada matan yang bukan semestinya, dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan keshahihan hadits. (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 3:54 am  Komentar Dinonaktifkan pada Ilmu ’Ilal Hadits  

Ilmu Gharibil-Hadits

ILMU GHARIBIL-HADITS (1)

Gharibul-Hadits yang dimaksudkan dalam ilmu hadits ini adalah bertujuan menjelaskan satu hadits yang dalam matannya terdapat lafadh yang pelik dan susah dipahami, karena jarang dipakai. Sehingga keberadaan ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits tersebut.

Sejak dimulainya pembukuan (secara sistematis) hadits pada akhir abad kedua dan awal abad ketiga, para ulama sudah menyusun buku-buku tentang gharibul-hadits. Orang yang pertama kali menyusun dalam masalah gharibul-hadits adalah Abu ‘Ubaidah Mu’ammar bin Al-Mutsanna At-Taimi (wafat tahun 210 H). (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 3:52 am  Komentar Dinonaktifkan pada Ilmu Gharibil-Hadits  

Ilmu Rijaalul-Hadiits

Sebelum masuk ke pembahasan utama, perlu diketahui apa itu ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang diketahuinya hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi dan syarat-syarat mereka, maacam-macam apa yang diriwayatkan dan, apa yang berkaitan dengannya.  Atau secara ringkas : “Kaidah-kaidah yang diketahui dengannya keadaan perawidan yang diriwayatkan”.  Dan perawi adalah orang yang meriwayatkan hadits dari orang yang ia mengambil darinya. Adapun marwiy adalah hadits yang disampaikan dengan cara periwayatan, dan yang diriwayatkan ini secara istilah dinamakan dengan matan. Adapun orang-orang yang meriwayatkannya dinamakan dengan perawi atau Rijal Al-Isnad. (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 3:49 am  Komentar Dinonaktifkan pada Ilmu Rijaalul-Hadiits  

Mudltharib

Nudhatun-Nadhar halaman 48; Taisir Musthalah Al-Hadits halaman 112; Tadribur-Rawi halaman 169; Ulumul-Hadits halaman 83; dan Al-Ba’itsul-Hatsits halaman 72

Definisi

Secara bahasa, kata mudltharib adalah kata benda yang berbentuk isim fa’il (pelaku) dari kata Al-Idlthirab yang berarti urusan yang diperselisihkan dan rusak aturannya. (lebih…)

Published in: on Oktober 16, 2007 at 3:48 am  Komentar Dinonaktifkan pada Mudltharib