Al-Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam

Beliau adalah Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam bin ‘Abdillah. Berkat keilmuannya, beliau pun mendapatkan julukan sebagai imam, hafizh dan mujtahid. Ayahnya adalah budak milik salah seorang penduduk Harah. Meskipun budak, ternyata ayahnya sangat perhatian terhadap perkembangan keilmuan anaknya. Saat Abu ‘Ubaid bersama dengan putra gurunya, diriwayatkan bahwa sang ayah keluar dari rumahnya dan berkata kepada gurunya, “Ajarilah Al-Qasim. Sesungguhnya dia anak yang cerdas.”

Setelah selesai mempelajari dasar-dasar ilmu sesuai keinginan bapaknya yang tidak bisa berbahasa Arab, maka beliau mulai melakukan rihlah fi thalabil ilmi, yaitu menempuh perjalanan untuk mencari ilmu di negeri seberang menuju Bashrah dan Kufah. Di sana, beliau memperdalam bahasa Arab, ilmu fikih dan hadits, kepada para ulama Daulah Islamiyah yang ada di kedua kota tersebut.

Ulmu yang dimilikinya tersebut, telah mengantarkan beliau menjabat sebagai qadhi di kota Tursus pada masa pemerintahan Tsabit bin Nasr bin Malik. Dan beliau tetap menjadi qadhi di kota tersebut selama Tsabit bin Nasr menjabat sebagai wali kota Tursus, yaitu dari tahun 192 H sampai 210 H, atau sekitar 18 tahun. Kemudian pada tahun 210 H beliau kembali ke kota Baghdad dan memulai berhubungan dengan Abdullah bin Thahir, yang menjabat sebagai gubernur di Khurasan.

Hubungan Abu ‘Ubaid dengan ‘Abdullah bin Thahir sangat dekat sehingga membuat ‘Abdullah bin Thahir sangat mencintai Abu ‘Ubaid. Ada beberapa kisah yang menjadi bukti kecintaan tersebut. Dikisahkan, ketika Abu ‘Ubaid bersama Abdullah bin Thahir, datanglah seseorang yang bernama Abu Dalf. Kedatangannya ini meminta agar ia bisa belajar kepada Abu ‘Ubaid selama 2 bulan. Abu ‘Ubaid pun menyanggupi permintaan tersebut, kemudian bermukimlah beliau di rumah Abu Dalf selama 2 bulan. Begitu waktu belajar telah usai, ketika hendak kembali, Abu Dalf memberikan uang kepada beliau sebesar 30.000 dirham. Akan tetapi beliau tidak mau menerimanya seraya berkata, (lebih…)

Iklan
Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:44 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Al-Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam  

Syaikh Muhammad bin Muhammad Dhiya`I (1940-1994.M)

Ia lahir di desa Hud tahun 1940. Belajar sekolah dasar dalam ilmu syari`ah Islam pada Syaikh Ahmad Faqihi, Mufti Ahlus Sunnah. Setelah ia menamatkan ilmu syari`ah pada Madrasah Sulthan Ulama di kota Lanja, ia pindah ke Madinah Munawarah untuk meneruskan ke Fakultas Syari`ah Universitas Islam Madinah dan tamat pada tahun 1970. Secara luas ia dipandang sebagai murid kesayangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Mufti Kerajaan Arab Saudi Arabia. (lebih…)

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:42 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Syaikh Muhammad bin Muhammad Dhiya`I (1940-1994.M)  

Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman

Nama dan Nasab

Nama beliau adalah Masyhur bin Hasan bin Mahmud Ali Salman, dan kunyah beliau adalah Abu Ubaidah. Beliau adalah seorang Syaikh yang mengikuti manhaj salaf dan berpegang dengan atsar mereka. Beliau memiliki banyak buku yang unik, bermanfaat dan sangat ilmiah. Termasuk buku ulama lain yang beliau takhrij dan tahqiq.

Kelahirannya

Beliau dilahirkan di Palestina tahun 1380 H. (1960 M)

Latar Belakang Keluarga dan Pencarian Ilmu

Beliau dididik di dalam keluarga yang shalih yang telah berhijrah ke Yordania dan menetap di Amman pada tahun 1967 sebagai akibat dari Agresi Israel la’anahumullohu. Beliau menyelesaikan SMA nya di sana, kemudian beliau memasuki Universitas Syari’ah (1400H/1980M) di mana beliau mendaftar di Jurusan Fikih dan Ushul Fiqh. Beliau melewatkan waktunya di sana dengan mengembangkan ketertarikan beliau yang sangat besar terhadap belajar, membaca dan menambah ilmu pengetahuan Islam. Sehingga beliau telah membaca sejumlah besar buku-buku seperti Al Majmu’ karya An Nawawi, Al Mughny karya Ibnu Qudamah, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Qurthubi, Shahih Al Bukhari dengan syarahnya Ibnu Hajar, Shahih Muslim dengan syarahnya An Nawawi, dan banyak buku-buku lainnya. Beliau lebih banyak terpengaruh oleh Ulama Besar seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya yang mulia, ‘Alim Robbani, Syaikhul Islam kedua Ibnul Qoyyim Al Jauziyah.

Guru-guru

Beliau juga terpengaruh secara kuat oleh sebagian besar guru-gurunya, baik mereka yang beliau belajar padanya secara formal maupun yang beliau bermajelis dengannya dalam halaqoh-halaqoh ilmiah. Di antara guru-guru beliau yang paling terkenal adalah:

1. Al ‘Allamah Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashirudin Al Albani rohimahullohu

2. Syaikh Al Faqih Muqtofa az-Zarqaa’

Kegiatannya
1. Beliau adalah salah satu pendiri Majalah Al Asholah yang dipublikasikan di Yordania. Beliau juga salah seorang editor dan penulis Majalah Al Asholah.
2. Beliau adalah salah satu pendiri Markaz Imam Albani, Yordania.
3. Beliau termasuk anggota Mujtama’ al-Ilmi wal Ifta’ markaz Imam Albania.
4. Beliau berpartisipasi dalam dauroh-dauroh dasar keislaman dan program orientasi dakwah.

Pujian Ulama Terhadap Beliau

Gurunya, Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albany rohimahullohu telah berulang kali memuji beliau dalam banyak pertemuan di berbagai tempat seperti yang beliau nyatakan dalam Silsilah Ash Shahihah, “Dan semua ini adalah dari apa yang aku telah beristifadah (memetik manfaat) dari tahqiq dan ta’liq kitab Al Khilaafat oleh Saudaraku yang mulia, Masyhur Salman.” (I/193)

Berikut ini juga apa yang dikatakan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid mengenai beliau di dalam Muqoddimah Tahqiq Syaikh Masyhur terhadap buku Al Muwafaqaat, “Berapa kali saya memandang buku ini sembari berhadap ada yang mentahqiq, mentashih dan mencetaknya sebagaimana layaknya, hingga Alloh Yang Maha Bijaksana menjadikan hal ini mungkin dengan rahmat-Nya melalui tangan Al Allamah Al Muhaqqiq Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman”.

Aktivitas Beliau Sekarang

Masjid As-Sunnah: Syaikh yang Mulia Abu Ubaidah Masyhur Hasan Ali Salman hafizhohullohu memiliki kelas mingguan pada Kamis sore antara Magrib dan Isya yang diadakan di Masjid As Sunnah (selatan ibukota Amman, Yordania), di mana beliau menjelaskan Shahih Muslim berdasarkan Syarh Imam Nawawi. Alhamdulillah, kelas ini telah berlangsung selama lebih dari delapan tahun sekarang.

Masjid Imam Al Albani: Berdasarkan kebutuhan, Syaikh sering kali bersedia berkumpul di Masjid Imam Albani di mana beliau akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Masjid Mu’awiyah bin Abi Sufyan: Syaikh mengajar Ushul Fiqh di musim panas ini di acara Dauroh Syari’ah Tahunan yang keempat yang diselenggarakan oleh Markaz Imam Albani di lokasi baru yang dekat dengan Masjid Mu’awiyah bin Abi Sufyan (utara Amman) pent.

Sumber: http://www.mashhoor.net

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:37 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman  

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin

Nama dan Nasabnya

Nama dan silsilah keturunannya adalah Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ibrahim bin Fahd bin Hamd bin Jibrin. Silsilahnya bersambung sampai ke kabilah Bani Zaid.

Kelahirannya

Beliau lahir tahun 1349 H. di desa Muhairaqa, Qowaiea. Terletak sekitar 180 km dari ibu kota Riyad.

Pendidikan
Setelah usianya genap satu tahun, mereka pindah ke Rayan. Di kota kecil itu orang tuanya memasukkannya sekolah tahun 1358 H. Mulailah ia belajar membaca dan menulis sampai tahun 1364 H. Setelah itu ia mulai menghafal al-Quran. Sebagian al-Quran berhasil ia hafal khususnya bagian sepertiga terakhir dan sisanya ia belajar dengan ayahnya Syaikh Abdurrahman sambil menghapal hadits nabawi yang empat puluh termasuk mempelajarinya sebagai ilmu­-ilmu dasar. (lebih…)

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:36 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin  

Imam Nawawi (631-676H)

Nama dan Kelahirannya

Nama Beliau adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq (Damascus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaan. Beliau mulai belajar di katatib (tempat belajar baca tulis untuk anak-anak) dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh.

Ketika berumur sepuluh tahun, Syaikh Yasin bin Yusuf Az-Zarkasyi melihatnya dipaksa bermain oleh teman-teman sebayanya, namun ia menghindar, menolak dan menangis karena paksaan tersebut. Syaikh ini berkata bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang paling pintar dan paling zuhud pada masanya dan bisa memberikan manfaat yang besar kepada umat Islam. Perhatian ayah dan guru beliaupun menjadi semakin besar.

An-Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilmi-nya ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah–halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Ia tinggal di madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama. Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Ia pun mengungguli teman-temannya yang lain. Ia berkata: “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata. Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz Dzahab 5/355].

Diantara syaikh beliau: Abul Baqa’ An-Nablusiy, Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ausiy, Abu Ishaq Al-Muradiy, Abul Faraj Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy, Ishaq bin Ahmad Al-Maghribiy dan Ibnul Firkah. Dan diantara murid beliau: Ibnul ‘Aththar Asy-Syafi’iy, Abul Hajjaj Al-Mizziy, Ibnun Naqib Asy-Syafi’iy, Abul ‘Abbas Al-Isybiliy dan Ibnu ‘Abdil Hadi.

Pada tahun 651 H ia menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah dan menetap disana selama satu setengah bulan lalu kembali ke Dimasyq. Pada tahun 665 H ia mengajar di Darul Hadits Al-Asyrafiyyah (Dimasyq) dan menolak untuk mengambil gaji.

Beliau digelari Muhyiddin (yang menghidupkan agama) dan membenci gelar ini karena tawadhu’ beliau. Disamping itu, agama islam adalah agama yang hidup dan kokoh, tidak memerlukan orang yang menghidupkannya sehingga menjadi hujjah atas orang-orang yang meremehkannya atau meninggalkannya. Diriwayatkan bahwa beliau berkata: ”Aku tidak akan memaafkan orang yang menggelariku Muhyiddin.”

Imam An-Nawawi adalah seorang yang zuhud, wara’ dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis. Beliau juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa, dengan cara yang telah digariskan Islam. Beliau menulis surat berisi nasehat untuk pemerintah dengan bahasa yang halus sekali. Suatu ketika beliau dipanggil oleh raja Azh-Zhahir Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa. Datanglah beliau yang bertubuh kurus dan berpakaian sangat sederhana. Raja pun meremehkannya dan berkata: ”Tandatanganilah fatwa ini!!” Beliau membacanya dan menolak untuk membubuhkan tanda tangan. Raja marah dan berkata: ”Kenapa !?” Beliau menjawab: ”Karena berisi kedhaliman yang nyata.” Raja semakin marah dan berkata: ”Pecat ia dari semua jabatannya!” Para pembantu raja berkata: ”Ia tidak punya jabatan sama sekali.” Raja ingin membunuhnya tapi Allah menghalanginya. Raja ditanya: ”Kenapa tidak engkau bunuh dia padahal sudah bersikap demikian kepada Tuan?” Raj apun menjawab: ”Demi Allah, aku sangat segan padanya.”

Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar empat puluh kitab, diantaranya:

  1. Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
  2. Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
  3. Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
  4. Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.

Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala, kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.

Imam Nawawi meninggal pada 24 Rajab 676 H.

Disalin dari : biografi beliau di Tadzkiratul Huffazh 147, Thabaqat Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra, dan Syadzaratudz Dzahab 5/354

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:33 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Imam Nawawi (631-676H)  

Imam Ibnu Daqiq Al-’Id (625-702.H)

Nama dan Nasabnya

Imam al-Faqih al-Mujtahid al-Muhaddits al-Hafizh al-Allamah, Syaikhul Islam Taqiyuddin Abu al-Fath Muhammad bin Ali bin Wahb bin Muthi’ al-Qusyairi al-Manfaluthi ash-Sha’idi al-Maliki asy-Syafi’i, penulis sejumlah karangan juga sebagai Pensyarah Arba’in Nawawi.

Kelahirannya

Dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 625, dekat Yanbu’, Hijaz. Ia mendengar dari Ibnul Muqirah, tetapi ia ragu mengenai cara pengambilan. Ia menuturkan dari Ibnu al-Jumaizi, Sabth as-Salafi, al-Hafizh Zakiyuddin, dan sejumlah kalangan. Sementara di Damas-kus dari Ibnu Abdid Da’im dan Abul Baqa’ Khalid bin Yusuf.

Karta karyanya

Ia menulis Syarh al-Umdah, kitab al-Ilmam, mengerjakan al-Imam fi al-Ahkam, yang seandainya selesai tulisannya niscaya menca-pai 15 jilid, dan mengerjakan kitab mengenai ilmu-ilmu hadits.

Ia salah seorang cendekiawan pada masanya, luas ilmunya, banyak kitab-kitabnya, senantiasa berjaga (untuk shalat malam), senantiasa dalam kesibukan, tenang lagi wara’. Jarang sekali mata melihat orang sepertinya.

Ia memiliki kemampuan yang mumpuni mengenai ushul dan ma’qul, serta ahli mengenai ilat-ilat manqul. Menjabat sebagai qadhi di negeri Mesir beberapa tahun hingga meninggal dunia. Ia, berke-naan dengan masalah bersuci dan air, sangat ragu-ragu.

Al-Hafizh Quthbuddin mengatakan, “Syaikh Taqiyuddin adalah imam pada masanya, dan termasuk orang yang tinggi dalam ilmu dan kezuhudan dibandingkan sejawatnya. Tahu mengenai dua madz-hab, imam mengenai dua prinsip madzhab, hafidz dan seksama dalam hadits dan ilmu-ilmunya. Ia dijadikan perumpamaan mengenai hal itu. Ia simbol dalam hafalan, keseksamaan dan ketelitian, sangat besar rasa takutnya, senantiasa berdzikir, dan tidak tidur malam kecuali sedikit. Ia menghabiskan malamnya di antara menelaah, membaca al-Qur’an, dzikir, dan tahajjud, sehingga berjaga menjadi kebiasaannya. Seluruh waktunya diisi (dengan suatu yang berguna). Ia banyak belas kasih kepada orang-orang yang sibuk lagi banyak berbuat kebajikan kepada mereka.

Wafatnya

Beliau meninggal pada tahun 702 H.

–ooOoo–

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:33 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Imam Ibnu Daqiq Al-’Id (625-702.H)  

Imam al-Muzanniy (wafat 264H)

Beliau adalah saudara wanita dari al-Muzanniy, sahabat Imam asy-Syafi’iy. Namanya anonim alias tidak dikenal.

Nampaknya beliau juga pernah menghadiri majlis pengajian yang diadakan oleh Imam asy-Syafi’iy dan kajian-kajian fiqihnya. (lebih…)

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:30 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Imam al-Muzanniy (wafat 264H)  

Syaikh Ali Hasan Al Halaby

Nama dan Nasabnya

Namanya adalah Syaikh Abul Harits Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid As Salafy Al Atsary. Beliau lahir di kota Zarqa Yordania, 29 Jumadi at-Tsani 1380 H. (1960 M)

Guru-Guru nya

Ayah dan kakeknya hijrah ke kota Yordania dari kota Yafa Palestina pada tahun 1368 H/1948 M, karena penjajahan Yahudi (Laknat Alloh atas Yahudi). Beliau memulai studi ilmu-ilmu agama di saat usia beliau belum melebihi dua puluh tahun, guru beliau yang paling menonjol adalah Al ‘Allamah Asy Syaikh ahli Hadits Muhammad Nashiruddin Al Albani (semoga rahmat Alloh tercurah padanya), kemudian syaikh ahli bahasa Abdul Wadud Az Zarazi (semoga rahmat Alloh tercurah padanya) dan ulama-ulama lainnya.

Beliau berjumpa dengan gurunya yaitu syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani di akhir tahun 1977 di kota Amman Yordania. Beliau belajar pada syaikh Al Albani kitab Iskaalat Al Baiul Hatsis pada tahun 1981, dan beliau juga mempelajari kitab-kitab Musthalahul Hadits lainnya.

Beliau memiliki ijazah-ijazah (pengakuan) dari sejumlah ulama, di antaranya syaikh Badiuddin As Sanadi, dan juga Al ‘Allamah Al Fadhil Muhammad As Salik Asa Syinqithi (semoga rahmat Alloh tercurah pada mereka) dan ulama-ulama lainnya.

Pujian Ulama Terhadap Beliau

Sejumlah ulama yang terkemuka memuji beliau, di antaranya: Asy-Syaikh al-Allamah ahli hadits yang berilmu tokoh pembela sunnah Muhammad Nashiruddin Al Albani (semoga rahmat tercurah padanya) sebagaimana dalam kitab Silsilah Ahadits Ash Shahihah 2/720 tatkala syaikh Al Albani menjelaskan kedustaan “penghancur sunnah” Hasan Abdul Manan; beliau berkata: “…penjelasan yang luas dalam menerangkan kesalahan ucapannya dalam melemahkan hadits itu membutuhkan satu karya khusus, dan ini yang tidak mungkin bagi saya lantaran keterbatasan waktu, semoga sebagian saudara-saudara kami yang mempunyai kemampuan hebat dalam ilmu hadits ini mengarang kitab tentangnya, seperti misalnya al-Akh Ali al-Halaby.”

Lihat juga Muqaddimah kitab at-Ta’liqat ar-Raudhiyyah ala ar-Raudhah an-Nadiyyah dan kitab Adabuz Zifaf cetakan Al Maktabah Al Islamiyyah.

Beliau juga dipuji oleh syaikh bin Baz (semoga rahmat Alloh tercurahkan padanya) dimana syaikh mengomentari kitabnya: “Sesungguhnya kitabnya beraqidah dan bermanhaj salaf.”

Demikian juga syaikh Bakr Abu Zaid memuji beliau dalam kitabnya; Tahrifunnusus min Maaqod Ahlil Ahwa fil Istidlal hal 93-94.

Demikian juga syaikh Al ‘Allamah ahli hadits Muqbil bin Hadi al-Wadi’I (semoga rahmat Alloh tercurah padanya) memuji beliau. Syaikh Muqbil menuturkan: “Sesudah ini, aku melihat sebuah karya bagus yang berjudul Fikhul Waqi Baina An Nadhariyyah wat Tathbiq karya saudara kami Ali bin Hasan bin Abdul Hamid, saya menasihatkan agar membaca kitab itu, semoga Alloh membalas kebaikan kepadanya. Syaikh Muqbil juga menukil karya syaikh Ali Hasan ini dalam kitabnya yang berjudul Gharah al-Asrithah ala ahlil Jahli was Safsatah beliau menyebutkannya “Saya tidak pernah mengetahui semisal ini.”

Demikian juga syaikh Al Allamah ahli hadits Abdul Muhsin al-Abbad (semoga Alloh menjaganya) juga memuji beliau. Dalam kitabnya yang menawan Rifqon Ahli Sunnah bi Ahli Sunnah cetakan kedua yang diperbaharui 1426 H, hal. 9-8 menuturkan: “Aku juga mewasiatkan kepada para penuntut ilmu di seluruh negeri agar mengambil faedah dari para ahli ilmu yang berkecimpung dalam masalah ilmu dari kalangan ahli sunnah di negeri ini semisal murid-murid syaikh al-Albani di Jordania, yang mendirikan sebuah markaz yang menggunakan nama syaikh al-Albani sepeninggal beliau.”

Aktivitas Dakwah Beliau

Beliau salah seorang pendiri majalah Al Ashalah yang terbit di negara Yordania, beliau salah seorang dewan redaksi dan penulis dalam majalah ini. Beliau termasuk pendiri markaz Imam Albani.

Beliau aktif menulis makalah-makalah yang terbit tiap pekan di Koran Al Muslimun yang terbit di London Inggris, dalam rubrik “as-Sunnah”, hal ini berlangsung sekitar dua tahun semenjak tanggal 18 Rabiul Awal 1417.

Beliau pernah mengikuti berbagai muktamar Islam, kegiatan dakwah dan dauroh ilmiah di berbagai Negara, dan ini sering beliau lakukan, seperti Negara: Amerika, Inggris, Belanda, Hongaria, Kanada, Indonesia, Perancis dan Negara-negara lainnya.

Beliau juga pernah di undang di berbagai Universitas di Yordania untuk berceramah dan pertemuan-pertemuan, semisal: Universitas Yordania, Universitas Yarmuk, dan Universitas
Az Zaitunah.

Karya-Karya nya

Karya-karya dan buku-buku yang telah diteliti beliau lebih dari 150 judul, yang terdiri atas buku yang tidak terlalu tebal maupun yang berjilid-jilid, diantara karya beliau yang paling penting:

  1. Ilmu Ushulul Bida’
  2. Dirasah Ilmiyyah fi Shahih Muslim
  3. Ru’yatun Waqiah fil Manahij ad-Dakwiyyah
  4. An Nukatu ala Nuzhatin Nadhar
  5. Ahkamus Sita
  6. dan lain-lain

Adapun buku-buku yang diteliti beliau:

  1. Mifatahu Daris Sa’adah, karya Ibnul Qayyim, 3 jilid
  2. At Ta’liqat ar-Raudiyyah ala ar-Raudah an-Nadiyyah, karya al-Albani, 3 jilid
  3. Al-Baisul Hasis, karya Ibnu Kasir, 2 jilid
  4. Al-Huttah fi zikri as-Shihah as-Sittah, karya Sodiq hasan Qan
  5. Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnul Qayyim, 1 jilid
  6. dan lain-lain

Sejumlah karya beliau ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, di antaranya: Perancis, Urdu, Indonesia dan lain-lain. (diterjemahkan dari www.alhalaby.com)


Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:28 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Syaikh Ali Hasan Al Halaby  

Ibnu Abi Syaibah (159-235 H)

Nama, Kunyah, dan Kelahiran Beliau

Beliau bernama Abdullah bin Muhammad bin Al-Qadli Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman bin Kuwasta. Beliau seorang imam yang alim, pemimpin para hafidh, penulis kitab-kitab besar seperti Al-Musnad, Al-Mushannaf, dan At-Tafsir. Kunyahnya adalah Abu bakr Al-‘Absi. Lahir tahun 159 H.

Guru-Guru Beliau

saudara beliau, ‘Utsman bin Abi Syaibah dan Al-Qasim bin Abi Syaibah Adl-Dla’if. Al-Hafidh Ibrahim bin Abi Bakr adalah anak beliau. Al-Hafidh Abu Ja’far Muhammad bin ‘Utsman adalah kemenakan beliau. Mereka semua adalah perbendaharaan ilmu. Abu Bakr yang paling terhormat di kalangan mereka. Beliau termasuk aqran (yang berdekatan secara umur dan isnad) Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ali bin Al-Madini dari sisi umur, kelahiran, dan hapalannya. Yahya bin Ma’in adalah yang paling tua beberapa tahun di antara mereka. (lebih…)

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:25 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Ibnu Abi Syaibah (159-235 H)  

Al-Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam

Beliau adalah Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam bin ‘Abdillah. Berkat keilmuannya, beliau pun mendapatkan julukan sebagai imam, hafizh dan mujtahid. Ayahnya adalah budak milik salah seorang penduduk Harah. Meskipun budak, ternyata ayahnya sangat perhatian terhadap perkembangan keilmuan anaknya. Saat Abu ‘Ubaid bersama dengan putra gurunya, diriwayatkan bahwa sang ayah keluar dari rumahnya dan berkata kepada gurunya, “Ajarilah Al-Qasim. Sesungguhnya dia anak yang cerdas.”

Setelah selesai mempelajari dasar-dasar ilmu sesuai keinginan bapaknya yang tidak bisa berbahasa Arab, maka beliau mulai melakukan rihlah fi thalabil ilmi, yaitu menempuh perjalanan untuk mencari ilmu di negeri seberang menuju Bashrah dan Kufah. Di sana, beliau memperdalam bahasa Arab, ilmu fikih dan hadits, kepada para ulama Daulah Islamiyah yang ada di kedua kota tersebut.

Ulmu yang dimilikinya tersebut, telah mengantarkan beliau menjabat sebagai qadhi di kota Tursus pada masa pemerintahan Tsabit bin Nasr bin Malik. Dan beliau tetap menjadi qadhi di kota tersebut selama Tsabit bin Nasr menjabat sebagai wali kota Tursus, yaitu dari tahun 192 H sampai 210 H, atau sekitar 18 tahun. Kemudian pada tahun 210 H beliau kembali ke kota Baghdad dan memulai berhubungan dengan Abdullah bin Thahir, yang menjabat sebagai gubernur di Khurasan.

Hubungan Abu ‘Ubaid dengan ‘Abdullah bin Thahir sangat dekat sehingga membuat ‘Abdullah bin Thahir sangat mencintai Abu ‘Ubaid. Ada beberapa kisah yang menjadi bukti kecintaan tersebut. Dikisahkan, ketika Abu ‘Ubaid bersama Abdullah bin Thahir, datanglah seseorang yang bernama Abu Dalf. Kedatangannya ini meminta agar ia bisa belajar kepada Abu ‘Ubaid selama 2 bulan. Abu ‘Ubaid pun menyanggupi permintaan tersebut, kemudian bermukimlah beliau di rumah Abu Dalf selama 2 bulan. Begitu waktu belajar telah usai, ketika hendak kembali, Abu Dalf memberikan uang kepada beliau sebesar 30.000 dirham. Akan tetapi beliau tidak mau menerimanya seraya berkata, (lebih…)

Published in: on Oktober 14, 2007 at 4:23 pm  Komentar Dinonaktifkan pada Al-Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam